Sejarah Perekonomian dan Pemikiran Ekonomi Islam
Perekonomian di Masa Rasulullah SAW (571M - 632 M)
Pada periode kepemimpinan Rasullulah di Madinah, beliau mampu membangun masyarakat yang sejahtera dan beradab meskipun dalam sistem perekonomian masih tergolong sederhana. Prinsip yang beliau terapakan dalam pengelolaan ekonomi adalah komitmennya terhadap etika dan norma serta usaha dalam pemerataan kekayaan.
Perekonomian di Masa Khulafaurrasyidin
Khalifah pertama, Abu Bakar Siddiq (51SH – 13SH atau 537M – 634M).
Umar bin Khattab (40SH – 23H atau 584M – 644M)
Usman bin Affan (47SH – 35H atau 577M – 656M)
Ali bin Abi Thalib (23SH – 40 H atau 600M – 661M)
Periode Pertama atau Fondasi
(Masa awal Islam 450H atau 1058M)
Abu Hanifa (80H – 150H atau 699M – 767M)
Bentuk transaksi dimana antara penjual dan pembeli sepakat apabila barang yang dibeli dikirimkan setelah dibayar tunai pada waktu kontarak yang disepakati
Abu Yusuf (113H – 182H atau 731M – 798M)
Menekankan pentingnya sifat amanah dalam mengelola uang negara. Beliau sangat menentang pajak atas tanah pertanian dan mengusulkan penggantian sistem pajak atas tanah menjadi pajak proposional dalam pertanian
Muhammad bin Al-Hasan Al-Shaybani (123-189H.750-804M)
Diantaranya Kitab al-Iktisab fiil Rizq al-Mustahab (Book in Earning a Clean Living) dan Kitab al Asl. Buku yang pertama banyak membahas berbagai aturan Syariat tentang ijarah, tijarah, ziarah dan sinaah. Buku yang kedua membahas berbagai bentuk transaksi/kerja sama usaha dalam bisnis, misalnya salam (prepaid order), sharikah (partnership) dan mudharabah.
Abu Ubayd Al-Qasim Ibn Sallam (w. 224H/838M)
menulis buku yang berjudul Al-Amwal yang membahas tentang keuangan public/ kebijakan fiscal secara komprehensif. Di dalamnya dibahas secara mendalam tentang hak dan kewajiban Negara, pengumpulan dan penyaluran zakat, khums, kharaj, fay, dan berbagai sumber penerimaan Negara lainnya.
Harith bin Asad Al-Muhasibi (w. 243 H/859 M)
menulis buku yang berjudul Al-Makasib yang membahas cara-cara memperoleh pendapatan sebagai mata pencaharian melalui perdagangan, industry dan kegiatan ekonomi produktif lainnya.
Ibn Miskwaih (w. 421H/1030 M)
manusia adalah makhluk social yang saling membutuhkan satu sama lainnya untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa. Karenanya, manusia akan melakukan pertukaran barang dan jasa dengan kompensasi yang pas (reward, al-mukafat al-munasibah)
Mawardi (w. 450 H/1058 M)
kewajiban pemerintah, penerimaan dan pengeluaran Negara, tanah (Negara dan masyarakat), hak prerogratif negara untuk mengibahkan tanah, kewajiban Negara untuk mengawasi pasar dll, perilaku ekonomi muslim secara individual.
Periode kedua (450-850H/1058-1446M)
Al-Ghazali (451-505 H / 1055-1111M)
kegiatan ekonomi merupakan amal kebijakan yang dianjurkan oleh Islam. Kegiatan ekonomi harus ditujukan mencapai masalah untuk memperkuat sifat kebijaksanaan, kesederhanaan dan keteguhan hati manusia
Ibn Taimiyah (661-726H/1263-1328 M)
membahas pentingnya suatu persaiangan dalam pasar yang bebas (free market), peranan “market supervisor” dan lingkup dari peranan Negara. Negara harus mengimplementasikan aturan main yang Islami, sehingga produsen, pedagang, dan para agen ekonomi lainnya dapat melakukan transaksi secara jujur dan fair.
Ibn khaldun (732-808 H/1332-1404 M)
Memberikan bahasa yang luas terhadap teori nilai, pembagian kerja dan perdagangan internasional, hokum permintaan dan penawaran, konsumsi, produksi, uangm siklus perdagangan, keuangan public dan beberapa bahasan makro ekonomi lainnya.
Nasiruddin Tusi (w. 485H/1093 M)
ekonomi sebagai political economy, sebagaimana terungkap dalam kata, siyasah –e-mudun yang ia gunakan . kata ini berasal dari dua kata bahasa arab, yaitu siyasah (politik) dan mudun (kota dan stuktur perekonomiannya)
Periode ketiga (850-1350 H/1446-1932 M)
Shah Waliullah (1114-1176 H/1703-1762 M)
Menurutnya, manusia secara alamiah adalah makhluk social sehingga harus melakukan kerja sama antara satu orang dengan orang yang lainnya. Kerjasama ini misalnya seperti pertukaran barang dan jasa, kerjasama usaha (mudharabah, musyarakah), kerjasama pengelolaan pertanian dan lain-lain.
Muhammad Iqbal (1289-1356 H/1873-1938 M)
menunjukkan tanggapan Islam terhadap kapitalisme Barat dan reaksi ekstrem dari komunisme. Iqbal mengalisis dengan tajam kelemahan kapitalisme dan komunisme dan menampilkan suatu pemikiran’poros tengah’ yang dibuka oleh Islam. Semangat kapitalisme, yaitu memupuk capital/materi sebagai dasar sistem ini, bertentangan dengan semangat Islam.
Periode kontemporer (1930 – sekarang)
Fase Pertama
banyak muncul analisis–analisis masalah ekonomi sosial dari sudut syariah Islam sebagai wujud kepedulian teradap dunia Islam yang secara umum dikuasai oleh negara-negara Barat
Fase Kedua
Pada sekitar tahun 1970-an banyak ekonom muslim yang berjuang keras mengembangkan aspek tertentu dari ilmu ekonomi Islam, terutama dari sisi moneter. Mereka banyak mengetengahkan pembahasan tentang bunga dan riba dan mulai menawarkan alternatif pengganti bunga.
Fase Ketiga
banyak berisi upaya-upaya praktikal-operasional bagi realisasi perbankan tanpa bunga, baik di sektor publik maupun swasta. Bank-bank tanpa bunga banyak didirikan, baik di negara-negara muslim maupun di negara-negara non muslim, misalnya di Eropa dan Amerika.
Fase Keempat
Pada saat ini perkembangan ekonomi Islam sedang menuju kepada sebuah pembahasan yang lebih integral dan komperehensif terhadap teori dan praktek ekonomi Islam. Adanya berbagai keguncangan dalam sistem ekonomi konvensional, yaitu kapitalisme dan sosialisme, menjadi sebuah tantangan sekaligus peluang bagi implementasi ekonomi Islam.
Refrensi : Buku Ekonomi Islam P3EI, UII Yogyakarta
Comments
Post a Comment
Mari tinggalkan komentar