Teori Keagenan dalam Sistem Perusahaan


Teori keagenan merupakan teori yang menggambarkan mengenai hubungan antara pihak principal dan pihak agent. Menurut Sari (2007) dalam Adjani dan Rahardja (2013) Prinsipal adalah pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen adalah pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Oleh karena itu, agen mempunyai lebih banyak informasi tentang perusahaan dibandingkan prinsipal. Ketimpangan informasi ini biasa disebut sebagai information asymetries (Jensen dan Meckling, 1976).

Anthony dan Govindarajan (2002) menyatakan bahwa hubungan agensi ada ketika salah satu pihak (principle) menyewa pihak lain (agent) untuk melaksanakan suatu jasa dan, dalam melakukan hal itu, mendelegasikan wewenang untuk membuat keputusan kepada agen tersebut. Dalam suatu entitas pihak principle disini adalah pemegang saham yang menginvestasikan dana nya kepada pihak agent yaitu CEO, dengan maksud dan tujuan agar CEO menggunakan dana investasi tersebut untuk mencapai tujuan dari pemegang saham tersebut. Namun memang sebenarnya tidak dapat dipungkiri bahwa baik pemegang saham ataupun CEO yang menggerakan entitas memiliki tujuan nya masing-masing. Menurut Sari (2012) dalam Adjani dan Rahardja (2013) Prinsipal menginginkan laba yang sebesar-besarnya atau peningkatan nilai investasi dalam perusahaan, sedangkan agen menginginkan kompensasi yang memadai atas



kinerja yang dilakukan. Oleh sebab itulah mengapa pihak CEO mungkin akan memiliki rasa ketakutan sendiri untuk mengungkapkan informasi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan pihak pemegang saham, sehingga hal inilah yang menjadi alasan kecendrungan memanipulasi laporan keuangan.

Menurut Adjani dan Rahardja (2013) Adanya ketimpangan informasi (information asymetries) ini menimbulkan dua permasalahan yang disebabkan adanya kesulitan prinsipal untuk memonitor dan mengontrol tindakan-tindakan agen, yaitu: 1) Moral Hazard, yaitu permasalahan yang muncul karena adanya benturan kepentingan antara agen dengan prinsipal yang dapat mengarah pada tindakan kecurangan atau penipuan agen kepada prinsipal. 2) Adverse Selection, yaitu suatu keadaan dimana agen jauh lebih mengetahui kondisi perusahaan yang sebenarnya dan prospeknya dimasa depan dibandingkan prinsipal, sehingga menyebabkan pilihan-pilihan keputusan investasi yang merugikan prinsipal.

Pihak agen disini yaitu CEO yang memiliki informasi lebih banyak mengenai entitas yang dijalankan dibandingkan dengan pihak principle atau pemegang saham, akan cenderung melakukan kecurangan salah satunya memanipulasi kondisi perusahaan yang merupakan bentuk dari moral hazard menejer. Menurut Adjani dan Rahardja (2013) Hal ini bertujuan agar laporan keuangan yang disajikan bebas dari salah saji material dan tidak diberikan opini going concern oleh auditor dan pada akhirnya dapat mengoptimalisasi kepentingan agen. Memang tidak dapat dipungkiri hal-hal semacam inilah yang sebenarnya dapat menghancurkan suatu entitas itu sendiri.

source :
Adjani, Ema Diandra, dan Rahardja, Surya.  2013.  "Analisis  Pengaruh  Corporate Governance Terhadap Kemungkinan Pemberian Opini Audit Going Concern Oleh Auditor Independen (Studi  Empiris  Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di  Bei  Tahun  2009-2011)". Junal Akuntansi Universitas Diponegoro, Semarang.

Anthony, Robert N dan Govindarajan, Vijay. 2002. "Sistem Pengendalian Menejemen". edisi 12. Tangerang Selatan: KARISMA.


Comments

Popular posts from this blog

Jamaluddin Al-Afgani dan Muhammad Abduh (tokoh-tokoh penting Muslim)

Company Visit HMJA KOMISI FE UII 2014/2015

Unggah Ungguh Basa Jawa