Ekonomi Islam - Perilaku konsumen dan analisis permintaan teori ekonomi Islam dalam perilaku produsen dan analisis penawaran - ringkasan 6

 

Pada kali ini mau posting tentang Ilmu dulu, dari pada update, lainnya, hahaha

Dalam konteks ekonomi konvensional, konsumen diasumsikan selalu bertujuan untuk memeroleh kepuasan dalam konsumsinya. Dalam konteks utilitas dimaknai sebagai kegunaan barang yang dirasakan oleh seorang konsumen untuk konsumsi sebuah barang. Jadi kepuasan akan dianggap sama, meski sebenarnya adalah akibat dari utilitas. 

Terdapat dua hal yang dapat dikritisi dari konsumsi pada ekonomi konvensional. Pertama adalah tujuan konsumen memperoleh kepuasan tertinggi, pertanyaannya di sini apakah semua barang memuaskan di sini selalu identik dengan barang-barang yang membawa manfaat atau tidak. Kedua adalah batasan konsumsi hanyalah kemampuan anggaran. Dengan kata lain sepanjang dia memiliki pendapatan, maka tidak ada yang bisa menghalanginya untuk mengonsumsi barang yang diinginkan. Sikap ini jelas akan menafikan pertimbangan kepentingan orang lain dan aspek lain seperti kehalalan. Konsumsi yang islami selalu berpedoman pada ajaran Islam. Dimana lebih mengacu ke kemaslahahan.

A.    Mashlahah dalam konsumsi

Kandungan dari mashlahah terdiri dari manfaat dan berkah. Demikian pula dalam hal perilaku konsumsi, seorang konsumen akan mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsi. Konsumen akan merasakan adanya suatu kegiatan konsumsi ketika dia mendapatkan pemenuhan kebutuhan fisik atau psikis atau material.

1)      Kebutuhan dan keinginan

Ajaran Islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan ataupun keinginannya. Selama dengan kebutuhan tersebut maka martabat manusia tersebut dapat meningkat. Semua yang ada di bumi ini diciptakan untuk kepentingan manusia, namun manusia diperintahkan untuk mengonsumsi barang dan jasa yang halal bauj secara wajar atau tidak berlebihan.

2)      Mashlahah dan kepuasan

Berbeda dengan kepuasan yang bersifat individualis, mashlahah tidak bersifat individualis. Mashlahah bisa dirasakan selain konsumen, yaitu dirasakan oleh sekelompok masyarakat misalnya ketika seseorang membelikan makanan bagi tetangga miskin. Di sini mashlalah fisik akan dinikmati tetangga miskin. Sementara si pembeli atau konsumen akan dapat berkah.

3)      Mashlahah dan nilai-nilai ekonomi Islam.

Di mana perekonomian islam akan terwujud jika prinsip dan nilai-nilai Islam diterapkan bersama-sama. Pengabaian terhadap salah satunya akan membuat pincang. Penerapan prinsip ekonomi yang tanpa diikuti pelaksanaaannya hanya akan member manfaat duniawi sedangkan pelaksanaan prinsip dan nilai akan melahirkan manfaat dan berkah atau mashlahah dunia akhirat.

4)      Penentuan dan Pengukuran Mashlahah bagi konsumen.

Dapat ditagsirkan bahwa mashlahah yang diterima akan merupakan perkalian antara pahala dan frekuensi kegiatan. Demikian pula dalam konsumsi, besarnya berkah yang diterima tergantung pada frekuensi konsumsinya, semakin banyak barang halal thayyib yang dikonsumsi, maka akan semakin besar pula berkah yang diterimanya.

B.     Hukum utilitas dan Mashlahah

1)      Hukum mengenai Mashlahah

Mashlahah dalam konsumsi tidak seluruhnya dapat dirasakan, terutama dalam mashlahah akhirat atau berkah. Dalam hal berkah dalam meningkatnya frekuensi kegiatan maka tidak aka nada penurunan berkah karena ibadah pahala yang diberikan atas ibadah mahdhad tidak pernah menurun. Sedangkan mashlahah dunia akan meningkat dengan meningkatnya frekuensi kegiatan, namun pada level tertentu akan mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan tingkat kebutuhan manusia di dunia adalah terbatas sehingga ketika konsumsi dilakukan secara berlebihan akan menyebabkan hal seperti di atas.

a.       Mashlahah marginal dari ibadah mahdhah

Mashlahah marginal adalah konstan, maka seorang konsumen mumin tidak akan mengalami kebosanan dalam ibadah mahdah.

b.      Mashlahah Marginal dari Konsumsi

Melakukan kegiatan konsumsi bisa datangkan dosa atau pahala. Dengan adanya aspek ibadah dalam konsumsi maka kegiatan tersebut menimbulkan berkah. DI sisi lain di dalam islam melarang adanya subsitusi maupun komplementari. Oleh karena itu, tingkat mashlahah yang mengonsumsi barang haram adalah negative.

2)      Hukum Penguatan kegiatan dari Mashlahah.

a.       Keberadaan berkah akan memperpanjang rentang dari suatau kegiatan konsumsi,

b.      Konsumen yang merasakan adanya mashlahah dan menyukainya akan tetap rela melakukan suatu kegiatan meskipun manfaat dari kegiatan tersebut berdirinya sudah tidak ada.

C.     Keseimbangan konsumen

1.      Keterkaitan antar barang

a.       Komplemen,

Hubungan yang bersifat komplemen ini mempunyai derajat atau tingkatan yang berbeda-beda antara pasangan barang yang satu dengan lainnya, hal ini disebabkan karena sifat barang yang terkait dengan kegunaan barang yang bersangkutan.

b.      Subtitusi

Hubungan kedua barang bersifat negative jika jumlah konsumsi barang yang satu naik, maka jumlah konsumsi lain turun. Hubungan negative di sini terjadi karena adanya penggantian barang satu dengan lainya, misalnya disebabkan karena kelangkaan barang.

2.      Hubungan antar barang yang dilarang adalm Islam

a.       “Islam melarang adanya penggantian dari barang atau transaksi yang halal dengan barang atau transaksi yang haram”

b.      “Islam melarang mencampur adukkan barang atau transaksi yang halal dengan transaksi yang haram”

3.      Hubungan antar barang dalam Islam

Berapa pun barang halal yang dikonsumsi maka jumlah barang haram yang dikonsumsi adalah tetap nol

4.      Permintaan konsumen

1.      Mashlahah sebagai jalan menuju falah

2.      Dengan membandingkan dua barang halal subtitusi, maka seorang konsumen dalam memilih barang yang dikonsumsinya akan mempertimbangkan jumlah mashlahah total yang akan diperolehnya paling tinggi.

D.    Hukum Permintaan dan penurunan pada kurva permintaan

Bahwasanya ketika barang A naik, sementara hal-hal lain tetap konstan maka jumlah barang A yang dikonsumsi harus turun. Dalam ceteris paribus di sini adalah dengan menganggao hal-hal lain tetap tidak berubah atau konstan, baik dalam arti tingkat berkah, tingkat manfaat, tingkat pendapatan, preferensi dan sebagainya.

PERILAKU PRODUSEN

1.      Pengertian produksi secara islam

Kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi Islam pada akhirnya akan mengerucut pada manusia dan eksistensinya, meskipun pada umumnya definisi-definisi produksi dalam konteks ekonomi islam berusaha mengelaborasi dari perspektif yang berbeda. Kepentingan manusia yang sejalan dengan moral Islam harus jadi target dari kegiatan produksi. Produksi adalah proses mencari, mengalokasikan dan mengolah sumber daya menjadi output dalam rangka meningkatkan mashlahah bagi manusia. Oleh karena itu produksi juga mencakup aspek tujuan kegiatan menghasilkan output serta karakter yang melekat pada proses dan hasilnya.

2.      Tujuan Produksi menurut Islam

Secara spesifik menurut Islam tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan kemaslahatan yang bisa diwujudkan diantaranya:

a.       Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkatan moderat

b.      Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya

c.       Menyiapkan persediaan barang/jasa di masa depan

d.      Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah

3.      Motivasi produsen dan berproduksi

Motivasi yang seharusnya sesuai dengan pandangan ekonomi Islam adalah mashlahah maximize. Mencari keuntungan melalui produksi dan kegiatan bisnis lain memang tidak dilarang, sepanjang berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam.

Dalam pandangan islam kerja bukanlah sekedar aktivitas yang bersifat duniawi, tetapi memiliki transdensi. Kerja merupakan sarana untuk mencari penghidupan serta mensyukuri nikmat Allah yang dibberikan kepada makhluk-Nya.

4.      Nilai-nilai Islam dalam produksi,

Nilai utama dari ekonomi islam terkait produksi adalah khilafah, adil, dan takaful. Secara rinci nilai-nilai Islam dalam produksi meliputi:

a.       Berwawasan jangka panjang

b.      Menepati janji dan kontrak

c.       Memenuhi takaran

d.      Berpegang teguh pada takaran, ketepatan, lugasan, dan kebenaran

e.       Memuliakan prestasi dan produktivitas

f.       Mendorong ukhuwah antarsesama pelaku ekonomi

PENAWARAN ISLAMI

Membahas teori penawaran islami, kita harus kembali kepada sejarah penciptaan manusia. Bumi dan manusia tidak diciptakan pada saat yang sama, bumi berevolusi sedemikian rupa sampai akhirnya dapat ditinggali oleh manusia. Manusialah yang pertama kali diciptakan dan diturunkan ke bumi. Dari refleksi ini Allah SWT, telah mempersiapkan bumi ini utuk kepentingan manusia. Seperti tercantum dalam surat Ibrahim ayat 32-34 yang artinya:

“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”.

Firman Allah dalam surat Luqman ayat 20 yang artinya:

“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.”

Dalam memanfaatkan alam yang telah disediakan Allah bagi keperluan manusia, larangan yang harus dipatuhi adalah “janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi”. Larangan ini terdapat di banyak sekali ayat alquran. Dari sini sangat terlihat bahwa Allah sangat membenci mereka yang berbuat kerusakan di muka bumi. Meskipun definisi kerusakan dangat luas, dalam kaitannya dalam produksi, larangan tersebut member arahan nilai dan panduan moral. Dengan kata lain, produksi dalam islam bagi barang-barang yang dapat menyebabkan kerusakan itu tidak diperbolehkan.


Comments

  1. Terimakasih mas atas infonya, sangat membantu dalam menambah referensi tugas..

    ReplyDelete

Post a Comment

Mari tinggalkan komentar

Popular posts from this blog

Jamaluddin Al-Afgani dan Muhammad Abduh (tokoh-tokoh penting Muslim)

Company Visit HMJA KOMISI FE UII 2014/2015

Unggah Ungguh Basa Jawa