Sebuah Petualangan


SEBUAH PETUALANGAN
YUFI MAHENDRA WARDANA


             ”Kring. . .kring. . .kring. . .” suara telepon itu membangunkanku dari tidur nyenyak, padahal jam menunjukkan tepat pukul 4 pagi. Tak lama kemudian dering telepon tersebut aku jawab.
“Halo. . .siapa yah?”.
“Hei ini Fachri, teman smp-mu dulu” jawabnya
“Ohh iya gimana? Kok pagi-pagi sudah nelpon nih” tanyaku.
 “Hehehe. . .iseng sobat, hei aku punya rencana nih, pokoknya nanti siang datang ke rumahku yah?” jawabnya dengan penuh semangat.
“Oke deh rumahmu masih tetap dekat kandang ayam itu kan?” tanyaku penuh canda. “Wah bisa aja nih kamu. ..”jawabnya yang tak lama kemudian telepon itu ditutup.  
            Jam menunjukkan pukul 11.05, awalnya aku malas ke rumah Fachri namun demi janjiku akhirnya aku datang ke rumahnya juga. Sesampai di depan rumah Fachri seseorang menyambutku, dan tak lain adalah ayah Fachri.
“Hei. . .Hendra ayo masuk, teman-temanmu udah pada nunggu di kamar Fachri. . .” sapa ayah Fachri dengan akrab.
 Aku kemudian melangkahkan kakiku ke rumah Fachri, dan tak lama kemudian  aku masuk diikuti anjing Fachri yang mengendus-ngendus untuk mengenali bauku. “Nampaknya anjing itu masih mengenaliku” pikirku.
Setelah kami bercanda sejenak Fachri berkata pada kami tentang niatnya mengajak kami.
“hei besok pergi ke Pending yah? Kata Fachri.  
“Wah sepertinya keren, aku ikut. . .gimana yang lainya? ”jawabku,
“Oh tentu saja kami ikut, iya kan Chand?” kata Ryan.
“Oke aku ikut juga, padahal di sana makanan paling enak hanya ketela pohon nih yan. . .” canda Chandra,
“Apa?” jawab Ryan terkejut karena selama ini dia hanya bisa makan makanan yang enak. “Tidak kok yan makananya pasti enak. . .”jawab Fachri.
“Wah di pikiranmu cuma makan melulu, gimana besok keberangkatanya?” tanyaku. “Besok berangkat jam 06.00 pagi aja yah?” jawabnya.

            Tepat jam 06.00 kami berangkat dari rumah Fachri. “Wuih. . .kabutnya sangat tebal, gimana?” Tanya Chandra setelah sampai di jalan menuju desa Pending.
“Ini belum separah perjalanan kita. . .hehehehe ” kata Fachri,
“Akan kutaklukkan. . .” jawabku.
Kami terus berjalan dengan penuh semangat menuju puncak Pending.
”Ouch. . .kakiku pegelnya bukan main” kata Ryan.
“Masih jauh ri?” Tanyaku.
“Tenang aja masih 2 km lagi kok” jawab Fachri dengan santai.
Sekitar 30 menitan ahirnya kami sampai di desa Pending.
”Wow ternyata tidak ada listrik yah?” Tanya Ryan.
“Ya gitulah, tapi lihat deh udaranya masih asli kan” kata Fachri.
Sesampai di rumah saudara Fachri kami beristirahat. “Ayo jalan-jalan Hendra!” ajak Chandra dengan semangatnya. “Oke deh” jawabku yang tak lama kemudian kami cabut dari tempat saudaranya Fachri tersebut.
“Hei Chandra dan Hendra lihat apa yang kulakukan!” tiba-tiba suara yang tak lain dari Ryan mengagetkanku. “Wah ayam ini bagus, keluarkan dari kandangnya dong!” aku menyuruh Ryan mengeluarkan. “Waaaaaaah. .. ” teriak Chandra karena ayam tersebut lari ke hutan yang kelihatanya gelap. ‘’Hei siapa suruh kamu lepasin ayamku?”  kata seseorang yang kelihatanya seumuran dengan kami. “Mmm… maaf aku tak tahu” jawab Ryan yang terlihat grogi karena ia berbohong. “Ini perbuatanmukan? Aku tak mau tahu pokoknya kalian harus cari ke hutan itu” jawab orang itu. Dengan nada yang membentak Ryan menjawab “Aku akan pergi ke hutan itu”. ”Hei yan tunggu, kami ikut” kata Chandra dan akupun mengikutinya dari belakang.
“Wah sudah sejam nih kita mencarinya, gimana?, wah mendingan pulang aja deh” kata Chandra. Belum menjawab pertanyaan Chandra terdengar suara samar-samar “Hei kalian!”. “Wah sepertinya suara Fachri tuh” kataku, ”Hei tunggu kemana saja kalian?” Tanya Fachri yang menyusul di belakangnya orang yang menyuruh Ryan untuk menuju ke Hutan mencari ayamnya.
“Hei kami belum menemukan ayam kamu, gara-gara kamu nih kami nyasar” Ryan mengatakan dengan nada yang agak geram. “hei santai aja kawan, ini juga salah siapa? “Kamukan” kata orang itu, “Heh ya biasa aja, mau ngajak berantem?” kata Ryan. Mereka sudah bersiap saling pukul tapi kami segera melerainya. “Ahh sudahlah aku nggak mau jalan ama kamu mending milih jalanku sendiri” kata Ryan, “lagian siapa yang mau nyari jalan ama kalian?” Kemudian mereka berdua berpisah dan memilih jalan sendiri-sendiri.
Kami bertiga kebingungan karena mau ikut siapa. Akhirnya Chandra dan aku ikut Ryan dan Fachri ikut orang yang menyuruh kami ke hutan itu. “Hei yan kamu benar tau jalan dari tempat ini” tanyaku. Tapi Ryan tidak menjawab karena tampaknya dia masih marah.
Tak beberapa lama kamipun bertemu lagi dengan Fachri dan orang desa itu. “Fachri tunggu aku. . .” teriakku selantang-lantang mungkin. Akhirnya kamipun berhenti “hei mana Ryan?” Tanya Fachri dengan agak terkejut. “Loh. . . tadi kami bersama dia tuh” kata Chandra. “Ayo kita cari di mana dia berada” kataku dengan panik.
“Hei itu temanmu” teriak orang desa itu. “Waaaaaaaaaaa tolong aku teman “Ryan terlihat panik karena dia terjebur di sungai. Tanpa basa-basi lagi aku dan teman-teman segera menyusulnya. Dengan melewati tebing yang curam kami berhasil mendekati sungai di mana Ryan terseret arus air sungai.
“Tunggu sebentar, di bawah ada air terjun tuh” kata Fachri, tiba-tiba “Byuuuurr….” Kulihat orang desa itu masuk ke sungai yang aliranya cukup deras dan berenang dengan sulitnya. Orang itu akhhirnya menangkap Ryan dan membawanya ke pinggir sungai.
“Auuuch. . .hampir saja aku mati” kata Ryan dengan nafas tersengal-sengal, “Hei makasih sobat telah menyelamatkanku” kata Ryan. “Tak masalah itu sebagai permohonan maafku padamu karena menyuruhmu masuk ke hutan ini” kata orang itu. “Tidak, ini semua salahku karena aku menghilangkan ayammu” kata Ryan.
Setelah itu kami berjalan mengikuti aliran sungai dan hari sudah petang, akhirnya sampai juga di daerah pematang sawah desa, dan kami diantar pulang oleh petani.
“Hei sobat siapa namamu?” Tanya Ryan. Setelah diam sejenak orang itu berkata  ”Gigih. . .”, kemudian kami melanjutkan perjalanan. Namun setelah aku menengok ke belakang “Hei mana Gigih?” tanyaku. “Loh mana dia?” kata Ryan dengan ekspresi terkejut. Dan setelah melewati rumah yang ayamnya kami hilangkan tadi, tiba-tiba muncul ayam yang kami hilangkan dari pinggir got, “hhaaaaa itu ayamnya” kata Ryan.
Pagi harinya sebelum kami berpamitan pada saudara Fachri, Fachri bertanya “Hei apakah tante tahu siapa Gigih itu?”. “Gigih? siapa sih itu nak? Perasaan tidak ada yang namanya gigih di kampung ini” jawab tante Fachri. Kami kemudian pulang dengan perasaan bertanya-tanya membayangi kami.

Lereng gunung Merbabu, 8 Mei 2010

Comments

Popular posts from this blog

Jamaluddin Al-Afgani dan Muhammad Abduh (tokoh-tokoh penting Muslim)

Company Visit HMJA KOMISI FE UII 2014/2015

Unggah Ungguh Basa Jawa